Jambi Ada Di Pulau Mana
Sejarah Kabupaten Surabaya Jadi Kabupaten Gresik:
Awalnya, Gresik berstatus sebagai ibu kota dari Kabupaten Surabaya. Status itu ditetapkan Mr Assaat. Ia merupakan Pelaksana Tugas Presiden Republik Indonesia (27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950).
Penetapan tersebut memunculkan perbedaan antara nama kabupaten dengan ibu kotanya. Nama kabupatennya Surabaya, sedangkan ibu kotanya Gresik.
Dalam perkembangannya, perbedaan nama kabupaten dengan ibu kotanya itu dirasa kurang tepat dan serasi secara psikologi. Kemudian terbit Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965, yang berisi tentang perubahan batas wilayah Kota Surabaya.
Saat itu, Kota Surabaya menambah lima kecamatan yang diambil dari Kabupaten Surabaya. Lima kecamatan itu yakni Wonocolo, Sukolilo, Rungkut, Tandes dan Karangpilang.
Kebijakan itu secara otomatis semakin menjauhkan pusat pemerintahan Kabupaten Surabaya dengan wilayah yang diperintah. Gresik begitu luas, perbatasannya hingga Lamongan, Mojokerto dan Sidoarjo.
Seberapa Besar King Cobra Bisa Tumbuh?
Sejatinya, seberapa besarkah king cobra bisa bertumbuh? Dirujuk dari AZ Animals, king cobra dapat mempunyai panjang antara 12 hingga 18 kaki. Dalam satuan meter, kira-kira 3,6 hingga 5,4 meter. Dengan estimasi panjang tersebut, king cobra dinobatkan sebagai ular berbisa terpanjang di dunia.
Bagaimana dengan beratnya? Rata-rata, king cobra beratnya berkisar antara 11 hingga 20 pon. Bila memakai satuan kilogram, kira-kira setara dengan 5 hingga 9 kg. Sebagai informasi, king cobra jantan punya tubuh sedikit lebih besar dibandingkan betinanya.
- Pemerintah telah menetapkan 111 pulau kecil terluar Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017. Mana saja pulau-pulau itu?
"Menetapkan 111 Pulau sebagai Pulau-Pulau Kecil Terluar", bunyi Pasal 1 Keppres tersebut. Jumlah ini menyesuaikan dengan jumlah pulau kecil terluar yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008. Sebelumnya, dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, hanya ditetapkan sebanyak 92 pulau kecil terluar.
Penetapan pulau-pulau kecil terluar ini dilakukan untuk meminimalisir masalah-masalah yang kerap mengganggu keamanan nasional, seperti penjualan tanah pulau kepada pihak asing, dan kepemilikan pulau secara privat oleh warga negara Indonesia maupun oleh pihak asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penetapan pulau-pulau ini untuk mencegah isu okupasi atau klaim kepemilikan pulau oleh warga negara lain. Kita juga bisa mengawasi aktivitas ilegal yang sering kali terjadi seperti penyeludupan narkoba, perbudakan, bahkan illegal fishing," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam keterangannya, yang dikutip Minggu (12/3/2017).
Setelah ditetapkannya pulau-pulau terluar tersebut, negara diharapkan bisa mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di pulau-pulau tersebut sehingga dapat menjadi pemasukan lebih bagi negara. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar .
Dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 ini, maka Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 pasal 1 ayat (2) tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 2 Maret 2017.
Berikut ini adalah daftar nama-nama pulau kecil terluar berdasarkan provinsi:
I. Kepulauan Riau: 1. Pulau Berakit; 2. Pulau Sentut; 3. Pulau Tokong Malang Biri; 4. Pulau Damar; 5. Pulau Mangkai; 6. Pulau Tokong Nanas; 7. Pulau Tokongbelayar; 8. Pulau Tokongboro; 9. Pulau Semiun; 10. Pulau Sebetul; 11. Pulau Sekatung; 12. Pulau Senua; 13; Pulau Subi Kecil; 14. Pulau Kepala; 104. Pulau Tokonghiu Kecil; 105. Pulau Karimun Anak; 106. Pulau Nipa; 107. Pulau Pelampung; 108. Pulau Batuberantai; 109. Pulau Putri; 110. Pulau Bintan; 111. Pulau Malang Berdaun.
II. Kalimantan Utara: 15. Pulau Sebatik; 16. Karang Unarang.
III. Kalimantan Timur: 17. Pulau Maratua; 18. Pulau Sambit.
IV. Sulawesi Tengah: 19. Pulau Lingian; 20. Pulau Solando; 21. Pulau Dolangan.
V.Sulawesi Utara: 22. Pulau Bongkil (Pulau Bangkit); 23. Pulau Mantehage (Pulau Manterawu); 24. Pulau Makalehi; 25. Pulau Kawaluso; 26. Pulau Kawio; 27. Pulau Marore; 28. Pulau Batuwaikang; 29. Pulau Miangas; 30. Pulau Marampit; 31. Pulau Intata; 32. Pulau Kakorotan; 33. Pulau Kabaruan.
VI. Maluku Utara: 34. Pulau Yiew Besar.
VII. Papua Barat: 35. Pulau Moff (Pulau Budd); 36. Pulau Fani; 37. Pulau Miossu.
VIII. Papua: 38. Pulau Fanildo; 39. Pulau Bras; 40. Pulau Befondi; 41. Pulau Liki; 42. Pulau Habe; 43. Pulau Komolom; 44. Pulau Kolepom; 45. Pulau Laag; 46. Pulau Puriri.
IX. Maluku: 47. Pulau Ararkula; 48. Pulau Karerei (Pulau Karaweira Besar); 49. Pulau Penambulai; 50. Pulau Kultubai Utara; 51. Pulau Kultubai Selatan; 52. Pulau Karang; 53. Pulau Enu; 54. Pulau Batugoyang; 55. Nuhuyut (Pulau Kei Besar); 56. Pulau Larat; 57. Pulau Sutubun; 58. Pulau Selaru; 59. Pulau Batarkusu; 60. Pulau Marsela; 61. Pulau Metimarang; 62. Pulau Letti; 63. Pulau Kisar; 64. Pulau Wetar; 65. Pulau Lirang.
X. Nusa Tenggara Timut (NTT): 66. Pulau Alor; 67. Pulau Batek; 68. Pulau Rote; 69. Pulau Ndana; 70. Pulau Sabu; 71. Pulau Dana; 72. Pulau Mangudu.
XI. Nusa Tenggara Barat (NTB): 73. Gili Sepatang (Pulau Sophialouisa).
XII. Bali: 74. Pulau Nusa Penida.
XIII. Jawa Timur: 75. Pulau Nusabarong (Pulau Barong); 76. Pulau Ngekel (Pulau Sekel); 77. Pulau Panikan.
XIV. Jawa Tengah: 78. Pulau Nusakambangan.
XV. Jawa Barat: 79. Pulau Batukolotok; 80. Pulau Nusamanuk.
XVI. Banten: 81. Pulau Deli; 82. Pulau Karangpabayang; 83. Pulau Guhakolak.
XVII. Lampung: 84. Pulau Bertuah (Pulau Batukecil).
XVIII. Bengkulu: 85. Pulau Enggano; 86. Pulau Mega.
XIX. Sumatera Barat: 87. Pulau Sibaru-baru; 88. Pulau Pagai Utara; 89. Pulau Niau.
XX. Sumatera Utara: 90. Pulau Simuk; 91. Pulau Wunga; 99. Pulau Berhala.
XXI. Aceh: 92. Pulau Simeulue Cut; 93. Pulau Salaut Besar; 94. Pulau Raya; 95. Pulau Rusa; 96. Pulau Bateeleblah; 97. Pulau Rondo; 98. Pulau Weh.
XXII. Riau: 100. Pulau Batumandi; 101. Pulau Rupat; 102. Pulau Bengkalis; 103. Pulau Rangsang.
Tahu nggak Rek, ternyata dulu ada Kabupaten dan Kota Surabaya. Lalu sekarang di mana kabupaten tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan itu, detikJatim mengutip jurnal berjudul Sejarah Perubahan Status Administrasi Gresik dari Kabupaten Surabaya Menjadi Kabupaten Gresik Tahun 1974. Jurnal tersebut ditulis Umi Fadlilah dari Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya.
Judul jurnal tersebut sebetulnya sudah menjawab pertanyaan soal di mana Kabupaten Surabaya saat ini. Namun muncul pertanyaan-pertanyaan lainnya. Seperti mengapa Kabupaten Surabaya berubah menjadi Kabupaten Gresik? Lalu bagaimana proses peralihannya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negara Terbesar di Dunia
Menurut lembaga penyedia statistik, Statista, negara terbesar di dunia adalah Rusia. Negara ini memiliki luas 17.098.242 km persegi. Luas ini bahkan setara dengan 11% dari total luas daratan dunia.
Wilayah negara Rusia membentang sepanjang Asia Utara dan sebagian Eropa timur. Saking luasnya, negara ini memiliki 11 zona waktu dan wilayahnya terdiri dari berbagai tipe lingkungan dan tanah.
Di sisi lain, Rusia juga menjadi negara dengan suhu terendah di dunia selain kutub Utara dan Selatan. Negara ini juga memiliki sungai terpanjang di Eropa yakni Volga dan danau terdalam di dunia, yaitu Baikal.
Apakah King Cobra Bisa Bergerak Cepat?
Menariknya, kendati punya ukuran 'jumbo', king cobra termasuk salah satu ular yang bisa bergerak cepat. Dilihat dari laman World Atlas, king cobra bisa bergerak dengan kecepatan 12 miles per hour (mph) atau kira-kira 19 kpj (kilometer per jam). Mudahnya, seperti kecepatan motor bebek saat masuk gigi satu.
Berbekal kecepatan ini, king cobra bisa melarikan diri dari ancaman atau memburu mangsa-mangsanya. Beruntungnya bagi umat manusia, biarpun king cobra bisa bergerak cepat, hewan melata satu ini sangat pemalu.
Jika punya pilihan, king cobra akan memilih menjauhi manusia atau pun hewan lainnya. Namun, bila sudah terpojok, king cobra bakal membuka tudungnya dan mendesis sebagai peringatan. Langkah terakhir, ia akan menyerang dengan racunnya.
Nah, itulah pembahasan lengkap mengenai lokasi king cobra terbesar di dunia, lengkap dengan fakta menariknya. Semoga bisa menambah pengetahuan detikers, ya!
"Sepucuk Jambi sembilan lurah" (Melayu: Wilayah Jambi yang dahulu dibagi menjadi sembilan daerah aliran sungai)
Jambi adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir timur, di bagian tengah Pulau Sumatera. Ibukota Provinsi ini berada di Kota Jambi. Provinsi Jambi memiliki luas wilayah 50.160,05 km2, dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2024 sebanyak 3.795.579 jiwa.[1][2]
Jambi merupakan wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Nama negeri ini, sering disebut dalam prasasti dan juga berita-berita Tiongkok. Ini merupakan bukti bahwa, orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan Jambi, yang mereka sebut dengan nama Kien-pi atau Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri empat kerajaan Melayu Kuno di Jambi, yaitu kerajaan Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M), Kantoli (abad ke-5) dan Zabag.[5][6] Daerah pedalaman Jambi juga ditemukan Prasasti Karang Berahi, prasasti ini berbahasa Melayu Kuno ditulis dalam aksara Pallawa, dengan pertanggalan abad ke 7 Masehi.[7]
Jambi juga terkenal mempunyai kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Asia Tenggara, dengan luas 3981 hektare, yang dikenal dengan nama Candi Muaro Jambi. Kemungkinan besar merupakan peninggalan kerajaan Sriwijaya dan Melayu, yang diperkirakan berasal dari (abad ke-7–12 M). Candi Muara Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di Pulau Sumatra.[8]
Ada beberapa versi tentang asal usul nama Jambi:
Pada waktu lain, seorang putri Melayu lain bernama Ratna Wali bersama suaminya berlayar ke Negeri Arab, dan dari sana merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga Arab. Kedua peristiwa dalam legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan Mesir dengan Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi secara akrab.[butuh rujukan]
Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak mungkin berasal dari ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu ini. Orang Arab atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa itu sebagai ”Jambi”, ditulis dengan aksara Arab:, yang secara harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna ’tetangga’ atau ’sahabat akrab’.[butuh rujukan]
Kata Jambi ini sebelum ditemukan oleh Orang Kayo Hitam atau sebelum disebut Tanah Pilih, bernama Kampung Jam, yang berdekatan dengan Kampung Teladan, yang diperkirakan di sekitar daerah Buluran Kenali sekarang. Dari kata Jam inilah akhirnya disebut “Jambi”.[butuh rujukan]
Menurut teks Hikayat Negeri Jambi, kata Jambi berasal dari perintah seorang raja yang bernama Tun Telanai, untuk untuk menggali kanal dari ibu kota kerajaan hingga ke laut, dan tugas ini harus diselesaikan dalam tempo satu jam. Kata jam inilah yang kemudian menjadi asal kata Jambi.[butuh rujukan]
Provinsi Jambi secara geografis berada di pesisir timur persis di tengah Pulau Sumatra, ibu kotanya berada di kota Jambi. Provinsi Jambi adalah nama provinsi di Indonesia yang ibu kotanya memiliki nama sama dengan provinsi, selain Bengkulu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Gorontalo.
Jambi merupakan wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Nama negeri ini sering disebut dalam prasasti-prasasti dan juga berita-berita Tiongkok. Ini merupakan bukti bahwa, orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan Jambi, yang mereka sebut dengan nama Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri tiga kerajaan Melayu Kuno di Jambi, yaitu Kerajaan Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M) dan Kerajaan Kandali/ Kantoli (abad ke-5). Seiring perkembangan sejarah, kerajaan-kerajaan ini lenyap tanpa banyak meninggalkan jejak sejarah.[butuh rujukan]
Dalam sejarah kerajaan di Nusantara wilayah Minanga Kamwa (nama Minang Kabau Kuno 1 M) adalah tanah asal pendiri Kerajaan Melayu dan Sriwijaya dari wilayah Minanga Kamwa inilah banyak lahir raja-raja di Nusantara, baik sekarang yg berada di Malaysia, Brunei dan Indonesia di negeri Jambi ini pernah dikuasai oleh beberapa kekuatan besar, mulai dari Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Malaka hingga Johor-Riau. Terkenal dan selalu menjadi rebutan merupakan tanda bahwa Jambi sangat penting pada masa dahulu.[butuh rujukan]
Perkembangan agama Hindu dan Buddha adalah sejarah penting bagi perkembangan Jambi pra-Islam. Pada masa ini, Jambi pernah menjadi salah satu wilayah penting bagi penyebaran agama dunia, khususnya di Asia. Kesimpulan tentang pentingnya posisi Jambi pada masa Hindu-Buddha tersebut terutama didasarkan pada penelitian- penelitian sejarah dan arkeologi di kawasan Candi Muaro Jambi yang bercorak Hindu-Buddha. Berdasarkan temuan-temuan di sekitar kawasan, candi ini diyakini sebagian besar dibangun mulai abad ke- 8-9 secara bertahap. Namun sejarawan Jambi, Fachruddin Saudagar, bahkan meyakini pembangunan candi telah dirintis sejak abad ke-4 di daerah yang merupakan daerah garis pantai purba berbentuk teluk bernama Teluk Wen yang menjorok hingga ke daerah Muara Tebo dan Sarolangun. Keberadaan candi ini menguatkan pendapat bahwa Melayu (Jambi) merupakan kerajaan Hindu tertua di Sumatra yang telah berdiri tahun 644 M.[9](hlm.67)
Waktu penyebaran agama Hindu dan Buddha di Jambi tidak bisa ditetapkan secara pasti. Prediksi yang memungkinkan disusun berdasarkan perkembangan Candi Muaro Jambi yang pada awalnya diperkirakan berfungsi sebagai tempat pendidikan agama Buddha di Nusantara. Dalam perjalanannya mempelajari agama Buddha, I'tsing (Yi Jing) sempat berkunjung dua kali di tanah Mo-lo-yeu untuk memperdalam pengetahuan tentang Buddha yaitu tahun 671 dan antara 689-695. Pentingnya negeri yang juga disebutnya Foshi ini sebagai tempat belajar agama Buddha, mendorong I'tsing menyarankan para agamawan Buddha untuk belajar dahulu 1-2 tahun di sini sebelum berangkat ke India. Selain itu, umumnya peneliti meyakini bahwa Candi Muaro Jambi pernah menjadi pusat Kerajaan Melayu tua dan Sriwijaya hingga abad ke-12 dengan raja terakhirnya Tun Telanai (1080-1168 M).[a][9](hlm.67-68)
Catatan I'tsing tersebut sekaligus menegaskan bahwa saat kedatangannya ke tanah Mo-lo-yeu, ajaran Buddha telah berkembang pesat di sana. Bukti penyebaran agama Hindu dan Buddha di sekitar Palembang dan Jambi juga didasarkan pada isi prasasti-prasasti zaman Sriwijaya yang menerangkan prosesi- prosesi dan sistem keyakinan yang mencerminkan nilai-nilai dan tradisi Hindu-Buddha. Setidaknya ada enam prasasti penting yaitu prasasti Talang Tuo yang ditemukan di sebelah Barat Bukit Siguntang bertahun 684 M, prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di sebelah Selatan Bukit Siguntang bertahun 682 M, prasasti Sabokingking, prasasti Kota Kapur di daerah Bangka bertahun 686 M, prasasti Karang Berahi di daerah Merangin, Jambi, dan prasasti Palas Pasemah di daerah Lampung. Mempertimbangkan catatan I'tsing dan penanggalan prasasti ini maka bisa dipahami bahwa ajaran Hindu dan Buddha telah tersebar di Palembang dan Jambi sejak awal abad ke-7 atau lebih awal lagi.[9](hlm.68-69)
Penetapan lokasi dan status Mo-lo-yeu dan Sriwijaya, atau nama lainnya, serta dinamika hubungan antara keduanya tetap menjadi lahan analisis yang terbuka hingga saat ini, meskipun sudah seabad sejak para ilmuwan mulai melakukan kajian-kajian intensif terkait. Pendapat yang lebih umum adalah Mo-lo-yeu berlokasi di Jambi, sedangkan Sriwijaya awalnya berpusat di Palembang. Catatan I'tsing dan rekam peristiwa beberapa dinasti Cina adalah sumber utama yang menjelaskan keberadaan kerajaan-kerajaan tersebut sejak abad ke-7 M. Terlepas dari perdebatan tersebut, baik Mo-lo-yeu maupun Sriwijaya, merupakan kerajaan bertetangga di bawah pengaruh Buddha, bahkan sempat menjadi salah satu pusat pendidikan agama Buddha pada masanya.[9](hlm.69)
Sepanjang abad ke-7 M hingga abad ke-14 M, Sriwijaya, termasuk Jambi di dalamnya, menjadi kerajaan besar yang berpengaruh di jalur perdagangan Selat Malaka. Kerajaan-kerajaan Sumatra cenderung bertumbuh di daerah pesisir Timur karena pertimbangan penguasaan jalur perdagangan yang memanfaatkan sungai-sungai besar bermuara ke Selat Malaka. Ibu kota kerajaan berperan sebagai "penjaga gawang" arus perdagangan di muara sungai (dalam istilah Melayu disebut kuala) yang umumnya menjadi kota pelabuhan dagang. Namun, ibu kota kerajaan tidak selalu berada di tepi pantai sehingga sering kali tugas pengontrolan pelabuhan dagang dilakukan oleh syahbandar, dan patroli laut didukung oleh Orang Laut yang loyal kepada kerajaan. Sementara di pantai Barat, jalur perdagangan cenderung membentuk garis sisir, yang memungkinkan komunitas lokal membangun pelabuhan dagang di mana saja. Karena itu pula, belasan pelabuhan dagang yang berdiri di sepanjang pantai Barat, cenderung memiliki independensi dan kesetaraan.[9](hlm.71-72)
Meskipun struktur politik Mo-lo-yeu diperkirakan muncul sejak abad ke-7 M, tidak berarti sebelumnya belum ada struktur politik di wilayah yang sekarang disebut Jambi. Sumber lain bahkan mencatat bahwa kerajaan Melayu (Moloyou) di Jambi terentang dari masa abad ke-3 M dengan nama Koying, abad ke-4 dengan nama The Hu Pho (Tebo) dan abad ke-5 M dengan nama Kuntala (Kuala Tungkal) dan kemudian memanjang sampai abad ke-13 M dengan nama Melayu yang kemudian runtuh lalu muncul kerajaan baru bercorak Islam di abad ke-16 M. Sejarah Melayu Tua berakhir di tanah Jambi dikaitkan dengan kisah terbunuhnya Tun Telanai sebagai penguasa terakhirnya. Naskah Hikayat Negeri Jambi menceritakan bahwa Tun Telanai terbunuh dalam perang melawan anaknya yang dibuang ke laut saat masih bayi dan kemudian menjadi putra mahkota Kerajaan Siam. Keberadaan Tun Telanai sebagai raja terakhir Jambi periode pra-Islam juga ditulis dalam naskah ISKJ[b] pasal Silsilah Raja-raja Jambi.[9](hlm.72)
Setelah Koying, Tupo dan Kantoli runtuh, kemudian berdiri Kerajaan Melayu Jambi. Berita tertua mengenai kerajaan ini berasal dari T’ang-hui-yao yang disusun oleh Wang-p’u pada tahun 961 M, di masa pemerintahan Dinasti Tang dan Hsin T’ang Shu yang disusun pada awal abad ke-7 M di masa pemerintahan dinasti Sung. Diperkirakan, Kerajaan Melayu Jambi telah berdiri sekitar tahun 644/645 M, lebih awal sekitar 25 tahun dari Sriwijaya yang berdiri tahun 670. Harus diakui bahwa, sejarah tentang Melayu Kuno ini masih gelap. Sampai sekarang, data utamanya masih didasarkan pada berita-berita dari negeri Cina, yang terkadang sulit sekali ditafsirkan.[butuh rujukan]
Namun, dibandingkan daerah lainnya di Sumatra, data arkeologis yang ditemukan di Jambi merupakan yang terlengkap. Data-data arkeologis tersebut terutama berasal dari abad ke-9 hingga 14 M. Untuk keluar dari kegelapan sejarah tersebut, maka sejarah mengenai Kerajaan Melayu Jambi berikut ini akan lebih terfokus pada fase pasca abad ke-9, terutama ketika Adityawarman mendirikan Kerajaan Dharmasraya di daerah ini pada pertengahan abad ke-14 M. Ketika Sriwijaya berdiri, Kerajaan Melayu Jambi menjadi daerah taklukannya. Kemudian, ketika Sriwijaya runtuh akibat serangan Kerajaan Chola dari India pada tahun 1025 M, para bangsawan Sriwijaya banyak yang melarikan diri ke hulu Sungai Batang Hari, dan bergabung dengan Kerajaan Melayu yang memang sudah lebih dahulu berdiri, tetapi saat itu menjadi daerah taklukannya. Lebih kurang setengah abad kemudian, sekitar tahun 1088 M keadaan berbalik, Kerajaan Melayu Jambi menaklukkan Sriwijaya yang memang sudah di ambang kehancuran.[butuh rujukan]
Kerajaan Melayu Jambi mulai berkembang lagi, saat itu namanya adalah Dharmasraya. Hanya sedikit catatan sejarah mengenai Dharmasraya ini. Rajanya yang bernama Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa (1270–1297) menikah dengan Puti Reno Mandi. Dari pernikahan ini, kemudian lahir dua orang putri: Dara Jingga dan Dara Petak Menjelang akhir abad ke-13, Wangsa Kartanegara Dari Kerajaan Singhasari, mengirim dua kali ekspedisi, yang kemudian dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu I dan II. Dalam ekspedisi pertama, Kertanagara berhasil menaklukkan Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang memang sudah lemah. Berdasarkan Babad Tanah Jawi versi Mangkunegaran disebutkan bahwa, Kertanagara menaklukkan Jambi pada tahun 1275 M.[butuh rujukan]
Pada tahun 1286 M, Kertanegara mengirimkan sebuah arca Amogapacha ke Kerajaan Dharmasraya. Raja dan rakyat Dharmasraya sangat gembira menerima persembahan dari Kertanegara ini. Sebagai tanda terima kasih Raja Dharmasraya pada Prabu Kartanegara, ia kemudian mengirimkan dua orang putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak untuk dibawa ke Singosari. Dara Jingga kemudian menikah dengan Mahesa Anabrang dan melahirkan Adityawarman. Ketika utusan Kertanegara ini kembali ke tanah Jawa, mereka mendapatkan Kerajaan Singasari telah hancur akibat serangan dari Kubilai Khan dari Dinasti Yuan yang dibantu Raden Wijaya. Raden Wijaya kemudian menyerang balik pasukan Kubilai Khan dan mengklaim seluruh wilayah Kerajaan Singasari, dan mendirikan Kerajaan Majapahit. Dara Petak kemudian dipersembahkan kepada Raden Wijaya untuk diperistri. Dari perkawinan ini, kemudian lahir Raden Kalagemet.[butuh rujukan]
Ketika Kalagemet menjadi Raja Majapahit menggantikan ayahnya, ia memakai gelar Sri Jayanegara. Demikianlah, keturunan Dara Petak menjadi Raja, sementara keturunan Dara Jingga, yaitu Adityawarman, menjadi salah seorang pejabat di istana Majapahit. Hingga suatu ketika, tahun 1340 M, Adityawarman dikirim kembali ke Sumatra, negeri leluhurnya, untuk mengurus daerah taklukan Majapahit, Dharmasraya. Namun, sesampainya di Sumatra, ia bukannya menjaga keutuhan wilayah taklukan Majapahit, malah kemudian berusaha untuk melepaskan diri dan mendirikan Kerajaan Swarnabhumi. Wilayahnya adalah daerah warisan Dharmasraya, meliputi wilayah Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya.[butuh rujukan]
Dengan ini, berarti eksistensi Dharmasraya telah diteruskan oleh kerajaan baru, yakni Suvarnabhumi. Pusat kerajaan diperkirakan berada di wilayah Desa jambi tulo-jambi kecil, maro sebo, muaro jambi, Jambi saat ini. Dalam perkembangannya, pusat kerajaan yang dipimpin Adityawarman ini kemudian berpindah ke Pagaruyung, hingga nama kerajaannya kemudian berubah menjadi Kerajaan Pagaruyung, atau dikenal juga dengan Kerajaan Minangkabau. Akibat perpindahan pusat kerajaan ini, Jambi kemudian menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung (Minangkabau). Kejadian ini terjadi sekitar pertengahan abad ke-14.[butuh rujukan]
Ketika Kerajaan Malaka muncul sebagai kekuatan baru di perairan Malaka pada awal abad ke-15, Jambi menjadi bagian wilayah kerajaan ini. Saat itu, Jambi merupakan salah satu bandar dagang yang ramai. Hingga keruntuhan Malaka pada tahun 1511 M di tangan Portugis, Jambi masih menjadi bagian dari Malaka. Tak lama kemudian, muncul Kerajaan Johor-Riau diperairan Malaka sebagai ahli waris Kerajaan Malaka. Lagi-lagi, Jambi menjadi bagian dari kerajaan yang baru berdiri ini. Jambi memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu Johor berperang melawan Portugis di Malaka.[butuh rujukan]
Kemudian, memanfaatkan situasi yang sedang tidak stabil di Johor akibat berperang dengan Portugis, Jambi mencoba untuk melepaskan diri. Dalam usaha untuk melepaskan diri ini, sejak tahun 1666 hingga 1673 M, telah terjadi beberapa kali peperangan antara Jambi melawan Johor. Dalam beberapa kali pertempuran tersebut, angkatan perang Jambi selalu mendapat kemenangan. Bahkan, Jambi berhasil menghancurkan ibu kota Johor, Batu Sawar. Jambi terbebas dari kekuasaan Johor. Namun, ini ternyata tidak berlangsung lama. Johor kemudian meminta bantuan orang-orang Bugis untuk mengalahkan Jambi. Akhirnya, atas bantuan orang-orang Bugis, Jambi berhasil dikalahkan Johor.[butuh rujukan]
Sejarah awal Kesultanan Melayu Islam Jambi bisa diprediksi kurang lebih bersamaan dengan penyebaran Islam secara masif di Sumatra, yaitu pada abad kelima belas.[10](hlm.43) Naskah ISKJ, pasal Undang Namanya Hukum Adat bagian kedua pasal 36 menyebutkan bahwa Jambi berkonversi menjadi Islam lebih awal yaitu pada tanggal 1 Muharam 700 H/23 September 1300 M pada zaman Orang Kayo Hitam bin Datuk Paduka Berhala. Sementara itu, buku Jambi dalam Sejarah 1500-1942 menyatakan bahwa Islam mulai berkembang di Jambi pada abad ke-14 M, bersamaan dengan dimulainya masa Kerajaan Jambi oleh Datuk Paduka Berhala. Merujuk pada dua referensi terakhir, penetapan waktu islamisasi Jambi menjadi kurang rasional jika dihadapkan pada perkiraan waktu pemerintahan Orang Kayo Hitam sebagai raja kedua Kesultanan Jambi yang ditulis pada 1500 M dalam referensi-referensi kontemporer. Penetapan waktu ini memberikan jarak hampir 200 tahun antara proses konversi orang Jambi menjadi Islam dengan dimulainya pemerintahan Orang Kayo Hitam. Penggambaran waktu ini juga tidak sesuai jika merujuk pada perkiraan tahun datangnya Datuk Paduka Berhala ke Jambi yang tertulis di makamnya yaitu tahun 1440 M dan meninggal pada tahun 1480 M.[9](hlm.72-73)
Merujuk pada penjelasan dalam naskah tersebut, islamisasi Jambi baru terjadi sekitar abad ke-15-16 melalui jalur Turki. Namun, belum ada bukti arkeologis maupun kajian pendukung lainnya yang mendukung teori ini. Pada abad ke-17, beberapa orang Arab diketahui telah berdiam di Jambi, termasuk dari klan sayyid. Sayyid Husin bin Ahmad Baraghbah tercatat datang ke Jambi tahun 1626 M, dan menurut informasi lisan masyarakat di sekitar makamnya di Seberang, Sayyid Husin merupakan tetua marga Baraghbah di Indonesia. Namun, penyebaran Islam bisa jadi telah berlangsung jauh lebih awal bahkan sejak abad ke-7 M sebagaimana pendapat sebagian sejarawan tentang waktu mulainya penyebaran Islam di Sumatra. Pendapat ini dimungkinkan dari rute pelayaran dagang Arab ke Cina yang harus melewati perairan Nusantara sejak jalur darat yang digunakan sepanjang masa Dinasti Umayyah terputus akibat perang.[11](hlm.2-3) [12](hlm.257-258) [13](hlm.26-27) Berlabuh di pesisir Jambi dan Palembang adalah hal yang sangat mungkin dilakukan oleh pelaut muslim pada masa itu mengingat daerah itu merupakan pelabuhan dagang penting pada masa Sriwijaya.[9](hlm.73-74)
Keberadaan negeri Melayu dan Sriwijaya juga telah muncul dalam catatan bangsa Arab dan Persia sejak pertengahan abad ke-9 dengan menyebut daerah Zabaj, Zabaq, atau Sribuja, meskipun beberapa ahli memperkirakan bahwa daerah yang dimaksud meliputi Sumatra bagian Selatan sampai ke Jawa.[14](hlm.52-121) [15](hlm.13-15) Korespondensi yang dilakukan oleh raja Sriwijaya pada khalifah Muawiyah dan Umar bin Abdul Aziz yang antara lain meminta dikirimnya ulama ke sriwijaya memperkuat argumen ini.[16](hlm.20-31) [17](hlm.4-7) Fakta-fakta tersebut menunjukkan kemungkinan penyebaran Islam di Jambi, bersama Palembang, telah dimulai pada abad ke-7 M, namun proses islamisasi dalam bentuk pembentukan kesatuan politik baru terjadi sekitar abad ke-14-15 M yang ditandai berdirinya cikal bakal Kesultanan Jambi bercorak Melayu-Islam.[9](hlm.74)
Jika merujuk pada keterangan di atas, Kesultanan Jambi dapat dikatakan sebagai kesultanan Islam awal di Sumatra Tegah. Kerajaan Jambi telah menjadi Kerajaan Islam sejak masa pemerintahan Orang Kayo Hitam (1500 M), walaupun kemudian baru menggunakan istilah kesultanan, dan sultan sebagai penguasanya, pada masa pemerintahan Abdul Kahar bin Panembahan Kota Baru (1615-1643 M). Sementara itu, Kesultanan Palembang baru menjadi kesultanan Islam, sekaligus menjadi titik awal memisahkan diri dari Mataram, pada tahun 1659 M dengan sultan pertamanya Ki Mas Hindi bergelar Sultan Abd al-Rahman Khalifah al-Mukminin Sayidul Imam.[18](hlm.1) Namun, kesimpulan yang hanya berdasar pada hikayat semacam ini tentu sangat lemah akurasinya. Masih butuh kajian lebih mendalam tantang hal ini.[9](hlm.74-75)
Sumber-sumber tertulis yang ada memulai cerita lahirnya Kerajaan Jambi dengan merujuk pada tokoh Datuk Paduka Berhala (Ahmad Barus II), seorang pangeran dari Turki anak dari Zain al-'Abidin.[c] Sumber lokal yang mencatat sejarah dan silsilah raja-raja Jambi adalah naskah Hikayat Negeri Jambi dengan versi lainnya Hikaijat Toean Telani, serta naskah UUPJ[d] dan ISKJ[e] yang dirujuk hampir persis dalam buku Jambi dalam Sejarah 1500-1942 dengan menyertakan tahun berkuasa masing-masing raja. Adapun sumber Eropa, terdapat beberapa tulisan dalam laporan-laporan pejabat Belanda maupun laporan-laporan ekspedisi yang menjelaskan silsilah raja-raja Jambi, di antaranya adalah "Stamboom van het Vorstenhuis (Keraton) van Djambi"[f] dan "Djambi Rapport Aug. '02 door Prof. dr. Snouck Hurgronje aan A. F. Folkersma"[g] Selain itu, tulisan Tideman dan Sigar, Barbara Watson Andaya, Elsbeth Locher-Scholten dan terakhir disertasi Annabel Teh Gallop adalah sumber paling penting tentang nama-nama sultan dan masa pemerintahannya.[9](hlm.75-76)
Jadi secara de jure, wilayah Jambi dikuasai oleh Kerajaan Jambi yang cikal bakalnya didirikan oleh Datuk Paduka Berhala pada akhir abad ke-15 M. Kerajaan Jambi mulai bercorak Islam pada awal abad ke-17 M dengan raja pertama yang menggunakan gelar sultan adalah Pangeran Kedah gelar Sultan Abdul Kahar. Para sultan bertakhta di Tanah Pilih, sekitar Masjid al-Falah Kota Jambi sekarang, dan memerintah daerah Jambi dengan derajat keterikatan yang lemah sebagaimana umum ditemukan pada kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Asia Tenggara lainnya. Daerah-daerah memiliki otonomi yang cukup besar terutama di daerah uluan[h] yang menjadi pusat produksi barang-barang perdagangan semacam hasil hutan, lada, dan penambangan emas.[9](hlm.6-7)
Hubungan antara penguasa lokal dan kerajaan adalah hubungan redistribusi, di mana penguasa lokal menyuplai barang-barang yang diperoleh dari masyarakat kepada kerajaan dengan imbal balik peran serta dan bantuan dalam masalah-masalah yang dihadapi daerah seperti bencana alam, serangan orang luar, termasuk dalam penyelesaian konflik yang tidak bisa tuntas di daerah. Dengan kata lain, hubungan daerah dengan kesultanan sebagai pusat kekuasaan menggambarkan hubungan mutualisme yang jika semakin jauh wilayahnya maka semakin kendor ikatannya. Selain fakta geografis yang memisahkan wilayah ibu kota dengan pedalaman, kemampuan mengontrol daerah juga dipengaruhi oleh lemahnya struktur politik-pemerintahan kesultanan.[9](hlm.7-8)
Pada saat Belanda masih menjajah wilayah Nusantara, Jambi masih dalam bentuk kesultanan. Kesultanan Jambi memasuki masa kejayaan ekonomi pada abad ke-17 M. Pada masa ini, Jambi terlibat dalam perdagangan internasional di jalur Selat Malaka dengan negara-negara kawasan, imperium Cina, India, Timur Tengah, hingga Eropa. Kelompok-kelompok Arab mulai menetap di Jambi dan kemudian hari menjadi kelompok paling berpengaruh dalam kesultanan terutama setelah memasuki abad ke-19 M. Kesultanan Jambi juga mulai menjalin hubungan dengan bangsa Eropa melalui perusahaan dagang Belanda Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang masuk ke Jambi pada tahun 1615 M. Meski didasari motif utama kepentingan ekonomi, VOC juga terlibat dalam urusan politik kesultanan sejak masa-masa awal kedatangannya. Struktur politik-pemerintahan tradisional di Kesultanan Jambi yang telah berlangsung berabad-abad perlahan mengalami deviasi dengan kewenangan yang sebagian mulai beralih kepada Belanda melalui kontrak-kontrak yang dibuat sejak awal abad ke-17. VOC meninggalkan Jambi pada akhir abad ke-18 dan sejak itu Jambi tidak lagi memiliki hubungan resmi dengan Belanda.[9](hlm.9)
Awal abad ke-19, Belanda kembali berusaha membangun hubungan dengan Jambi. Pada masa ini, Kesultanan Jambi berada dalam situasi krisis ekonomi dan krisis legitimasi yang memicu pergolakan internal. Sejak kemunduran ekonomi yang dimulai pada akhir abad k-17, perekonomian Kesultanan Jambi tidak pernah bangkit lagi. Krisis legitimasi yang disebabkan oleh persoalan moral memicu perang saudara pada tahun 1811 M pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Muhyiddin. Meskipun sultan berhasil mempertahankan takhta dengan bantuan sepupunya, Raden Rangga, konflik internal kesultanan tetap berlangsung hingga dekade ketiga abad ke-19.[10] naik takhta menggantikan pamannya pada tahun 1855 M.[9](hlm.9-10) Karena sultan menolak mengakui kedaulatan Belanda atas Jambi sebagaimana yang diyakini Belanda berdasarkan perjanjian sebelumnya.[9](hlm.266)
Upaya Jambi mengidentifikasi diri dengan kesultanan Turki 'Uthmany semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan Thaha. Tidak hanya menjadi sultan yang anti kolonial, Sultan Thaha juga berusaha membangun jaringan dengan Turki 'Uthmany dalam sebuah relasi pan-islamisme. Ketika menghadapi situasi sulit atas tekanan Belanda untuk menandatangani kontrak baru setelah dibatalkannya kontrak tahun 1833 M, Thaha berusaha mendapatkan dukungan dari Turki 'Uthmany dengan mengirim surat pada ke sultan. Surat ini dikirim Sultan Thaha pada tahun 1857 M. Pertengahan tahun 1857 M pangeran ratu mengirimkan surat Sultan Thaha ke Turki melalui Singapura.[19](hlm.33) Masa-masa upaya perundingan yang dilakukan Belanda, Thaha mengirim surat melalui koneksi-koneksinya di Singapura, di mana salah seorang yang bernama Sharif 'Aly menerima biaya perjalanan sejumlah 30.000 dolar Spanyol. Namun, Sharif 'Aly hanya berangkat sampai ke Mesir, di mana di sana dia mendapat surat palsu yang menyatakan bahwa Turki 'Uthmany telah mengesahkan pengusiran Belanda dari Asia Tenggara. Meski demikian, surat sultan tetap sampai ke Turki. Pemerintah Turki 'Uthmany berjanji tidak memberikan balasan setelah mengonfirmasi kepada konsulat Belanda terkait status Jambi, dan Belanda menjawab bahwa Jambi adalah wilayahnya. Setelah itu, kemungkinan ada utusan lagi pada tahun 1861 yaitu orang Arab-Singapura yang berangkat ke Mekah.[20][9](hlm.101-102)
Tahun 1857 M pangeran ratu berangkat ke Singapura untuk membicarakan pengiriman surat ke Turki. Surat Sultan Thaha kemudian dititipkan pangeran ratu kepada pembesar Singapura dengan biaya 30.000 dolar Spanyol. Dalam catatan kaki uraiannya, orang yang dipercayakan menjalankan misi ini bernama Sharif 'Aly alias Sayyid 'Aly al-Jufry. Menurut satu kabar dia berangkat ke Turki pada bulan Juni 1858 M setelah upaya perundingan kedua Jambi-Belanda, dan menurut kabar lain dia berangkat ke Turki setelah sultan boneka, Ahmad Nazaruddin[i], naik takhta. Tidak ada data kesimpulan tentang waktu keberangkatan ini, selain dari data yang dipercayai bahwa Sharif 'Aly tinggal di Singapura sejak November 1860 M.[10](hlm.139-140)[9](hlm.102) Sultan Thaha menghubungi konsulat Turki yang baru tiba di Singapura pada tahun 1901 M, dan membuat konsulat tersebut berjanji akan mengirim dua kapal perang kepada Thaha pada tahun 1902 M. Tapi utusan yang dikirim ke Singapura tidak bisa berbuat banyak bahkan tidak bisa pulang. Masih pada tahun yang sama, Thaha mengirim utusan ke Turki, dan berhasil menemui Wazir Agung. Dalam perjalanan pulang tahun 1903, utusan ini kemudian menunaikan haji, di mana mereka bertemu dengan seorang Jambi yang diketahui menyelewengkan dana bantuan yang diperolehnya untuk mendukung perjuangan Jambi. Terakhir, sultan Thaha mengirim surat ke Turki pada 1903 M, di mana surat itu kembali diberitahukan pemerintah Turki 'Uthmany kepada konsul Belanda di Istanbul.[10](hlm.274-275)[9](hlm.102-103)
Sejak berada di bawah pemerintahan Sultan Thaha, Kesultanan Jambi memasuki periode penting perseteruan panjang dengan pemerintah kolonial Belanda. Setelah perjanjian damai tahun 1833 M dibatalkan oleh sultan, ketegangan antara kedua pihak terus meningkat. Puncaknya, Belanda menganeksasi Kesultanan Jambi pada tahun 1858 M lalu mengangkat sultan bayang[j] sebagai pengganti Sultan Thaha. Sementara itu, Sultan Thaha menyingkir ke ulu[k] dan membentuk pusat pemerintahan di daerah Muara Tebo dan menguasai daerah uluan. Meski pusat kesultanan di Tanah Pilih berhasil dikuasai, Belanda tetap memperhitungkan kekuatan Sultan Thaha yang memiliki legitimasi kuat di uluan bahkan memengaruhi tokoh-tokoh di lingkungan istana. Kedua pihak terlibat konflik dingin berkepanjangan sampai kemudian Belanda memulai ekspedisi militer pada awal abad ke-20. Sejumlah perlawanan sporadis terjadi di beberapa daerah uluan hingga pecah perang terbuka yang menyebabkan Sultan Thaha terbunuh pada tahun 1904 M. Setelah berhasil mematahkan perlawanan Sultan Thaha, Belanda secara resmi membubarkan kesultanan pada tahun yang sama lalu membentuk Keresidenan Jambi pada tahun 1906 M.[9](hlm.10-11)
Perubahan besar terjadi dalam sistem pemerintahan setelah Belanda berhasil menguasai Jambi dan membubarkan kesultanan. Kolonialisme Belanda di Jambi abad ke-19 secara resmi dimulai melalui kontrak tahun 1833 M. Meski demikian, Belanda hanya menikmati otoritas dan pengaruh yang terbatas, bahkan cenderung tidak menguntungkan secara ekonomi.[9](hlm.329)
Belanda baru benar-benar memberikan perubahan signifikan atas negeri Jambi setelah penaklukan tahun 1904 M. Setelah pemberlakuan pemerintahan keresidenan pada tahun 1906 M, Belanda melakukan serangkaian penataan model pemerintahan dan sistem hukum yang ada di kesultanan maupun di daerah. Perubahan paling menonjol adalah terjadinya peminggiran elite-elite tradisional serta pemberlakuan sistem administrasi dalam hukum adat. Sementara itu, persoalan-persoalan ekonomi dan keadilan juga muncul sebagai masalah yang terus mengganggu. Keadaan-keadaan ini menimbulkan polemik berkepanjangan yang sempat memicu beberapa gerakan pemberontakan, terutama peristiwa tahun 1916 M yang didalangi oleh Sarekat Abang berkedok Sarekat Islam. Setelah peristiwa ini, tidak pernah lagi ada perlawanan yang signifikan dilancarkan oleh rakyat Jambi kepada Belanda.[9](hlm.329)
Pembubaran kesultanan dengan sendirinya berdampak terhadap koeksistensi Islam dan adat dalam sistem pemerintahan serta hukum di Jambi. Pembubaran kesultanan berarti bahwa Jambi bukan lagi sebuah negeri yang, setidaknya sejak pertengahan abad ke-19, secara ideologi politik merupakan negeri yang menganut ideologi Islam. Undang-undang Jambi tahun 1866 M dihapuskan dan diganti dengan Undang-undang Residensi Jambi (UURJ) buatan Belanda. Upaya-upaya menjadikan Jambi sebagai bagian dari Kesultanan Utsmaniyah juga terhenti sebab negeri Jambi tidak lagi memiliki seorang sultan berdaulat. Meskipun Kesultanan Utsmaniyah masih tetap populer dan menjadi harapan sejumlah kelompok sampai dasawarsa kedua abad ke-20, pada kenyataannya tak ada sosok berwenang untuk mewakili kepentingan politik mereka. Sistem musyawarah dalam suksesi kepemimpinan terbatas juga dihapuskan. Perubahan juga terjadi pada institusi keagamaan, yaitu qadi dan jajarannya. Jika sebelumnya institusi ini bersifat independen dalam urusan keagamaan dan pemutusan perkara hukum yang terkait dengan hukum Islam, UURJ menjadikan institusi keagamaan sebagai bagian dari sistem peradilan umum dengan penerapan birokratisasi ketat. Meskipun seorang hakim Islam harus masuk dalam proses peradilan dalam semua jenjang, dan putusan peradilan harus mengacu pada hukum agama dan hukum adat selagi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan secara umum, hakim Islam tidak lagi memiliki independensi untuk memutus perkara. Pengakuan terhadap hukum adat-islami juga mengalami distorsi di mana sejumlah aturan yang dianggap bertentangan dengan tradisi Eropa dilarang, seperti hukuman mati dan praktik "pembuktian ilahi", seperti menyelam, memegang besi panas dan sejenisnya, yang banyak dipraktikkan dan diakui dalam UUJ sebelumnya.[9](hlm.329-330)
Perkembangan sosial budaya di daerah Jambi sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak memuaskan. Pendidikan formal memang di selenggarakan oleh kekuasaan pemerintah Belanda, misalnya diselenggarakan pembukaan sekolah-sekolah, namun jumlahnya sangat terbatas. Sampai saat Proklamasi di kota Jambi hanya ada satu Hollandsch Inlandsche School. Sudah tentu di samping pendidikan formal yang diadakan oleh Belanda, maka oleh masyarakat diselenggarakan pula pendidikan ilmu pengetahuan agama di surau-surau dan madrasah-madrasah.[21](hlm.3)
Usulan perubahan nama kabupaten
Sehingga DPRD Kabupaten Surabaya, melalui surat keputusannya tertanggal 20 Maret 1974 Nomor Perda/2/DPRD-II/74, mengusulkan agar nama Kabupaten Surabaya dihapus dan diganti dengan nama Kabupaten Gresik.
Usulan tersebut mendapat dukungan dari Bupati Surabaya, Soefelan, melalui suratnya pada tanggal 25 Maret 1974 Nomor HK.4105/30/III/74. Juga mendapat dukungan dari Gubernur Jawa Timur waktu itu, Moh Noer.
Gubernur Jawa Timur meminta Bupati Soefelan memindahkan kantor-kantor pemerintahan ke Gresik. Termasuk jawatan-jawatan vertikal yang masih berkantor di Kota Surabaya.
Selanjutnya disusul pemindahan tempat tinggal Bupati Surabaya. Dari Jalan Gentengkali Kota Surabaya ke Kota Gresik. Pemindahan dilakukan secara berangsur-angsur.
Moh Noer lalu mengusulkan perubahan nama kabupaten tersebut ke pemerintah pusat, dalam suratnya pada 30 Maret 1974 Nomor Pem. II/2024/157.Ttpr. Dalam usulan tersebut, nama Kabupaten Surabaya diubah menjadi Kabupaten Gresik.
Zaman Penjajahan Jepang
Pendudukan Jepang atas daerah Jambi dimulai dengan masuknya tentara Angkatan Darat Jepang yang dipimpin oleh Kolonel Namora melalui daerah Palembang dan Padang. Setelah Palembang jatuh ke tangan tentara Jepang pada tanggal 14 Februari 1942, maka dari Palembang tentara Jepang menyerbu masuk Lubuk Linggau, yang jatuh ke tangan Jepang pada tanggal 21 Februari 1942. Selanjutnya setelah Jepang menduduki Muara Rupit tanggal 23 Februari 1942, yang diikuti Sarolangun Rawas pada tanggal 24 Pebruari 1942, tentara Jepang menyerbu masuk daerah Jambi.[22][21](hlm.17)
Dari daerah Palembang, serbuan tentara Jepang diarahkan ke daerah Sarolangun Jambi, dan dapat diduduki Jepang tanggal 25 Februari 1942. Sehari kemudian Bangko dan Rantau Panjang diduduki pula. Kemudian setelah melakukan pertempuran sehari- semalam, pada tanggal 28 Februari 1942, Muara Bungo dapat diduduki tentara Jepang. Sedangkan Muara Tebo, baru diduduki tentara Jepang tanggal 2 Maret 1942. Di Muara Tebo tentara Jepang dibagi atas dua bagian, satu bagian bertugas untuk menyerang pertahanan tentara Belanda di Pulau Musang, dan satu bagian lagi bertugas untuk menyerang kota Jambi. Dalam pertempuran di Pulau Musang, Kolonel Namora tewas, sedangkan tentara Jepang yang bertugas menyerang Jambi di bawah pimpinan Kapten Orita dapat menduduki kota Jambi tanggal 4 Maret 1942.[22][21](hlm.17)
Adapun daerah Kerinci, dimasuki dan diduduki oleh tentara Jepang yang datang dari Padang. Padang diduduki Jepang pada tanggal 17 Maret 1942.[l][21](hlm.17-18)
Setelah seluruh daerah Jambi dapat diduduki dan dikuasai oleh Jepang dalam waktu yang sangat singkat, maka pada tanggal 10 Maret 1942 disusunlah pemerintahan oleh bala tentara Jepang.[21](hlm.18)
Pada dasarnya susunan pemerintahan Belanda di daerah Jambi, oleh Jepang masih tetap dipertahankan. Perubahan yang dilakukan Jepang ialah mengganti nama dan istilah pemerintahan Belanda dengan istilah atau nama Jepang. Keresidenan ditukar dengan Syu, sedangkan residen disebut Syucokan. Afdeling yang dikepalai oleh Kontrolir[m]) disebut Bunsyu dan dikepalai oleh Bunsyuco. Onderafdeling/Distrik yang dikepalai oleh Demang ditukar dengan nama Gun yang dikepalai oleh Gunco. Kemudian daerah Onderdistrik yang dikepalai oleh Asisten Demang disebut Fuku Gunco.[21](hlm.18)
Secara struktural pemerintahan daerah Jambi pada masa pendudukan Jepang dapatlah digambarkan sebagai berikut:[21](hlm.18-19)
Syucokan Jambi dalam menjalankan pemerintahan di daerah Jambi dibantu oleh:[21](hlm.18)
Dalam pada itu, pimpinan Angkatan Perang Jepang setelah menguasai seluruh Sumatera dipusatkan di Bukit Tinggi, dan oleh karena Panglima Angkatan Perang Jepang di Sumatera merangkap pula sebagai Kepala Pemerintahan Sipil untuk seluruh Sumatra, maka ibukota Sumatra dipindahkan dari Medan ke Bukit Tinggi. Dengan demikian Syucokan Jambi tunduk kepada Gunzeikan yang berkedudukan di Bukit Tinggi.[23](hlm.198-199)[21](hlm.18)
Adapun dalam hal pembagian wilayah Jambi-syu, Jepang tetap berpedoman kepada susunan wilayah zaman pemerintahan Belanda di Jambi. Oleh karena itu daerah Kerinci masih tetap masuk ke dalam Sumatra Barat. Sejalan dengan itu, maka Jambi-syu terdiri atas tujuh Bunsyu yaitu:[n] [21](hlm.18, 20)
Pada waktu Jepang menduduki daerah Jambi, maka garis politik ekonomi yang dijalankan oleh Pemerintah Jepang adalah sistem autarki, yakni suatu sistem di mana segala daya, tenaga serta usaha di bidang perekonomian dipusatkan untuk kepentingan perang.[21](hlm.23-24)
Berdasarkan sistem autarki ini, daerah Jambi-Syu harus menjadi sumber kepentingan perang. Dalam rangka itu, pemerintahan Jepang di Jambi. Syu mengambil alih semua kegiatan dan pengawasan ekonomi, dan untuk itu dikeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat kontrol untuk mencegah timbulnya manipulasi serta meningkatkannya harga-harga barang.[o][21](hlm.24)
Dalam masa ini, semua harta milik orang-orang Belanda yang ada di daerah Jambi disita oleh Jepang, antara lain perkebunan-perkebunan teh dan kopi, bank, pabrik, serta perusahaan seperti pertambangan minyak, listrik, telekomunikasi, dan lain-lain.[p][21](hlm.24)
Sesuai dengan kepentingan perang Jepang, maka pemerintahan Jepang di daerah Jambi-Syu mengumumkan pula barang-barang yang dianggapnya penting, yakni barang-barang yang langsung kegunaannya bagi usaha perang, dan barang-barang yang tidak langsung kegunaannya bagi usaha perang Jepang dan mencakup barang-barang untuk kehidupan dan kebutuhan rakyat.[q][21](hlm.24)
Adapun barang-barang yang dianggap penting oleh Jepang antara lain seperti mobil, sepeda motor, agregat, dan berjenis-jenis barang yang terbuat dari baja, besi, dan aluminium. Untuk barang-barang yang dianggap penting ini Syucokan Jambi mewajibkan rakyat untuk melaporkannya, dan pada hakekatnya syucokan melarang memindahkan barang ke luar daerah Jambi-Syu. Barang-barang hasil perkebunan seperti teh, kopi, dan tembakau yang banyak terdapat di Kerinci dianggap sebagai barang kenikmatan, dan kurang berguna bagi usaha perang, sedangkan karet dianggap sebagai bahan penting. Oleh sebab itu kerusakan perkebunan karet di daerah Jambi pada masa pendudukan Jepang relatif kecil jika dibandingkan dengan kerusakan perkebunan kopi, teh, dan tembakau. Hal ini disebabkan karena rakyat petani teh dan kopi tersebut diwajibkan menanam tanaman lainnya untuk melipatgandakan bahan pangan, di samping kewajiban untuk menanam dan memelihara tanaman jarak yang diperlukan Jepang untuk bahan pelumas.[r][21](hlm.24)
Sejalan dengan politik autarki, pemerintah Jepang di daerah Jambi-Syu mengambil alih bank milik non-pribumi, dan menggantikannya dengan bank Jepang. Pajak yang tinggi dikenakan pada golongan non-pribumi karena dianggap golongan musuh Jepang di dalam perang yang sedang berlangsung. Di bidang perdagangan pemerintah Jepang menggunakan sistem monopoli, harga barang yang dijual ditentukan, dan rakyat memperoleh barang yang dibutuhkan melalui penyalur-penyalur yang telah ditentukan oleh Jepang.[s][21](hlm.25)
Adanya peraturan dan pembatasan serta penguasaan sepenuhnya oleh Pemerintah merupakan ciri sistem ekonomi yang dilaksanakan oleh Jepang di daerah Jambi ketika itu.[21](hlm.25)
Dengan adanya sistem autarki, rakyat daerah Jambi pada masa pendudukan Jepang dipaksa untuk menanam biji-biji jarak di pinggir jalan dan di halaman rumah, pohon-pohon kopi dan teh ditebang dan rakyat diperintahkan untuk menanam pangan seperti padi, ubi, dan jagung. Di samping itu rakyat dikerahkan pula untuk melakukan romusya dan Kinrohosyi seperti membuat lubang-lubang yang diperlukan dalam perang yang dilakukan Jepang ketika itu. Sebagian rakyat lagi dipaksakan pula untuk memasuki heiho, demi pertahanan lokal dalam rangka kepentingan perang Jepang.[t] [21](hlm.27)
Akibat banyaknya peraturan pembatasan dan pengawasan serta penindasan pemerintah bala tentara Jepang, rakyat di daerah Jambi sangat menderita. Perekonomian rakyat menjadi hancur, rakyat hidup dengan kemiskinan, dan kelaparan terjadi di mana- mana. Akibat adanya kelaparan tidak sedikit rakyat yang meninggal dunia pada masa ini. Kehidupan yang menyedihkan dialami oleh rakyat daerah Jambi pada masa ini, merupakan pula suatu kehidupan pahit yang belum pernah dialami pada masa-masa sebelumnya.[21](hlm.27)
Di daerah Kerinci, dan daerah-daerah lain rakyat pada masa ini berpakaian tarak, yaitu pakaian yang terbuat dari bahan kulit kayu, dan banyak dijual di pasaran. Adapun kain goni sudah dianggap baik sebagai pakaian ketika ini, sedangkan kain blacu harganya sangat tinggi dan sangat sukar diperoleh, apa lagi bahan tekstil yang lebih halus dari blacu tidak dijumpai lagi untuk dapat dibeli oleh rakyat.[21](hlm.27)
Perhubungan darat sebagai sarana komunikasi waktu itu, menghubungkan pula daerah Jambi dengan daerah Palembang dan Sumatra Barat yakni dengan adanya jalan-jalan yang menghubungkan daerah-daerah Bungo, Tebo, Sarolangun, dan Rawas. Sedangkan jalan ke tiap daerah Son (kecamatan) ketika ini sudah dapat dilalui mobil.[u] [21](hlm.28)
Adapun jenis pengangkutan daerah tradisional yang penting ketika ini antara lain ialah lusoh (sejenis pedati yang ditarik ker- bau), gerobak, dan pedati. Pengangkutan darat dengan alat-alat tersebut makin besar artinya pada masa ini, karena mobil jumlah- nya sedikit dan itu pun merupakan barang penting untuk keperluan perang Jepang, sehingga pengawasan dan penguasaan atas mobil-mobil benar-benar diatur oleh Jepang.[v] [21](hlm.28)
Pengangkutan udara hampir tidak mempunyai arti dalam bidang perekonomian rakyat di daerah Jambi, walaupun ada lapangan udara Paal Merah di Jambi, namun penggunaannya lebih diutamakan untuk kepentingan tentara Jepang. Pengangkutan laut demikian pula, pada masa ini kapal-kapal dagang tidak banyak yang masuk ke daerah Jambi.[w] [21](hlm.28)
Dalam struktur pemerintahan Jambi-Syu, untuk urusan dan kegiatan perekonomian dibentuk Keizabu dan kepalanya disebut Keizabuco. Keizabuco adalah pembantu syucokan untuk urusan perekonomian di dalam daerah Jambi-Syu.[21](hlm.28)
Di samping Keizabu, kegiatan perekonomian dilakukan pula oleh badan-badan perusahaan Jepang di antaranya ialah:[21](hlm.28-29)
Badan-badan atau lembaga perekonomian lainnya tidak dibentuk oleh Jepang di daerah Jambi.[21](hlm.29)
Pada masa pendudukan Jepang di daerah Jambi terjadi perubahan yang penting artinya bagi perkembangan pendidikan dan pengajaran dengan dihapuskannya perbedaan pengajaran bagi golongan Belanda dan golongan Pribumi. Oleh Pemerintah Jepang diselenggarakan pendidikan dan pengajaran dengan sistem dan jenis sebagai berikut:[21](hlm.29)
Di Sungai Penuh, Sekolah Dasar disebut Kokumin Gakko, dan dikenal juga dengan sebutan SESNI atau Sekolah Sambungan Nippon-Indonesia, dipimpin oleh Panggabean, Arsyad, dan kemudian Yakub.[25](hlm.5) [21](hlm.29)
Di sekolah-sekolah pelajaran bahasa Jepang merupakan mata pelajaran wajib, sedangkan bahasa Belanda dilarang. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar mulai dilaksanakan di sekolah.[21](hlm.29) Hal itu karena bahasa Belanda dilarang oleh pemerintah Jepang, dan sebagai gantinya bahasa Jepang mulai diterapkan dalam dunia pendidikan dan pergaulan sehari-hari. Selanjutnya bahasa Indonesia mulai menonjol, karena dipergunakan secara resmi. Hal ini menggembirakan rakyat di daerah Jambi, sebab bahasa Indonesia sangat mudah dipahami, karena bahasa daerah Jambi mempunyai dasar yang sama dan tidak banyak perbedaannya dengan bahasa Indonesia. Kalaupun ada perbedaannya, maka perbedaan itu hanyalah perbedaan bunyi yang manifestasinya tampak dalam dialek yang ada di dalam bahasa daerah Jambi.[21](hlm.30-31)
Pada umumnya di sekolah yang diadakan Jepang ketika ini, pengajaran pengetahuan umum kurang diutamakan. Sekolah pada masa itu terutama ditujukan untuk mempelajari bahasa Jepang, taiso, olahraga, serta mementingkan pendidikan semangat. Murid-murid seringkali diharuskan melakukan kerjabakti seperti membersihkan bengkel, asrama dan mengumpulkan bahan untuk membuat pertahanan, dan sebagainya. Sebagian waktu belajar, juga dipakai untuk menanami halaman sekolah dan pinggir-pinggir jalan dengan pohon jarak, yang dapat menghasilkan bahan penting bagi kelangsungan perang.[y][21](hlm.29-30)
Latihan jasmani yang berupa latihan kemiliteran mengisi sebagian besar kegiatan murid-murid setiap hari. Untuk menanamkan semangat Jepang, maka tiap hari murid-murid harus mengucapkan sumpah pelajar dalam bahasa Jepang dan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo.[z][21](hlm.30)
Dengan demikian, keadaan sekolah serta jalan pengajaran dan pendidikan pada masa pendudukan Jepang di daerah Jambi, hanya dititik-beratkan kepada memperluas bahasa Jepang serta memperdalam pendidikan semangat busyido cara Jepang.[aa][21](hlm.30)
Kebudayaan masyarakat daerah Jambi pada masa itu bertolak dari kebudayaan masa lalu, yang dalam segi tertentu terdapat penonjolan-penonjolan di samping ada pula yang diabaikan atau tidak memperoleh kesempatan untuk ditonjolkan sebagai akibat dari suasana politik yang dilakukan Jepang.[21](hlm.30)
Seni ukir dan seni pahat, yang pada masa pemerintahan Belanda tidak dikembangkan, semakin diabaikan masyarakat pada masa pendudukan Jepang. Sedangkan seni musik, terutama musik Barat dilarang oleh Jepang, musik Jepang sebagai gantinya mulai diperkenalkan dengan mewajibkan rakyat menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Jepang. Adapun seni pencak silat pada saat ini mulai ditonjolkan karena sejalan dengan semangat perang Jepang.[21](hlm.30)
Berdasarkan perkiraan pada masa pendudukan Jepang sembilan puluh tujuh persen dari pendudukan daerah Jambi adalah penganut Islam. Adapun penduduk non-Islam di daerah Jambi terdiri dari suku anak dalam, suku Bajau, dan penduduk pendatang dari Jawa, Tapanuli, Flores, dan Cina.[ab][21](hlm.31)
Penduduk Jambi merupakan penganut agama Islam yang taat, walaupun begitu sisa-sisa dari kepercayaannya terhadap alam gaib dan makhluk-makhluk supernatural masih terdapat di kalangan penduduk tersebut, sebagaimana tampak dalam upacara di tempat-tempat keramat, sesajen dan mantra-mantra.[21](hlm.31)
Secara keseluruhan perkembangan agama Islam pada masa ini, tidak dihalang-halangi oleh pemerintah Jepang. Madrasah-madrasah boleh berjalan seperti biasa, namun karena sulitnya penghidupan rakyat, anak-anak tidak banyak yang masuk belajar di madrasah. Kedudukan Hoofd Penghulu sebagai tokoh agama tidak diganggu-gugat oleh Jepang, dan tetap menjalankan tugasnya sebagaimana biasa. Demikian pula kedudukan guru agama pada masa-masa ini tidak diganggu Jepang, bahkan Jepang berusaha untuk mempengaruhi guru-guru, ulama, serta tokoh-tokoh agama untuk turut mempropagandakan perang suci Asia Timur Raya, supaya dimenangkan oleh Jepang.[ac]
Dalam rangka inilah pimpinan Badan Penerangan Jepang untuk Asia Timur Raya mengumpulkan guru-guru agama dan melakukan pertemuan besar di Singapura.[ad][21](hlm.31)
Tokoh-tokoh agama pada masa pendudukan Jepang antara lain ialah:[21](hlm.31-32)
Salah satu dari tokoh agama daerah Jambi tersebut yakni KH. Nawawi berhasil menjadi penasihat pemerintah Jepang di bidang agama untuk daerah Jambi. Dengan usahanya sebagai penasihat bidang agama, anak-anak gadis di daerah Jambi terlepas dari paksaan Jepang untuk mengikuti sekolah-sekolah Jepang.[af][21](hlm.31)
Selama pendudukan Jepang di daerah Jambi, segala bentuk komunikasi massa diatur dan diawasi oleh pemerintah Jepang. Satu-satunya surat kabar daerah Jambi yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang yakni Jambi Shimbun. Sebagian besar berita dari Jambi Shimbun adalah berita-berita tentang perjalanan perang Asia Timur Raya dan menyiarkan aturan-aturan negeri.[ag][21](hlm.32)
Jambi Shimbun ini dipimpin oleh Tenma, Suky, Matsoda, dan lain-lain. Selain Jambi Shimbun surat kabar lain yang beredar di daerah ini ialah Sumatra Shimbun Kai, yang diterbitkan oleh persekutuan surat kabar ke Sumatra. Sumatra Shimbun Kai ini, di bawah pengawasan Gunseikanbu bagian Hodobu (Penerangan Tentara). Selain penerbitan-penerbitan resmi dari pemerintah Jepang, maka surat kabar dan penerbitan lainnya tidak diperbolehkan oleh Jepang.[ah][21](hlm.32)
Politik dan pemerintahan
Gubernur adalah pemimpin tertinggi di pemerintahan provinsi Jambi, yang bertanggungjawab atas wilayah tersebut. Saat ini, gubernur atau kepala daerah yang menjabat di provinsi Jambi ialah Al Haris, didampingi wakil gubernur Abdullah Sani. Mereka pemenang pada Pemilihan umum Gubernur Jambi 2020. Haris merupakan gubernur Jambi ke-10. Haris dan Abdullah dilantik oleh presiden Republik Indonesia, Joko Widodo di Istana Negara Jakarta pada 7 Juli 2021, untuk masa jabatan 2021-2024.[31]
Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0,45° Lintang Utara, 2,45° Lintang Selatan dan antara 101,10°–104,55° Bujur Timur. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah Timur dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Kondisi geografis yang cukup strategis di antara kota-kota lain di provinsi sekitarnya membuat peran provinsi ini cukup penting terlebih lagi dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah. Kebutuhan industri dan masyarakat di kota-kota sekelilingnya didukung suplai bahan baku dan bahan kebutuhan dari provinsi ini.[butuh rujukan]
Luas Provinsi Jambi 50.160,05 km² dengan jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2022 berjumlah 3.631.136 jiwa[33]. Sebelumnya di tahun 2010, provinsi ini memiliki populasi sebanyak 3.088.618 jiwa (Data BPS hasil sensus 2010). Jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2006 berjumlah 2.683.289 jiwa (Data SUPAS Proyeksi dari BPS Provinsi Jambi. Jumlah Penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2005 sebesar 2.657.536 (data SUSENAS) atau dengan tingkat kepadatan 50,22 jiwa/km2. Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,96% dengan PDRB per kapita Rp9.523.752,00 (Angka sementara dari BPS Provinsi Jambi. Untuk tahun 2005, PDRB per kapita sebesar Rp8.462.353). Sedangkan sebanyak 46,88% dari jumlah tenaga kerja Provinsi Jambi bekerja pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan; 21,58% pada sektor perdagangan dan 12,58% pada sektor jasa. Dengan kondisi ketenagakerjaan yang sebagian besar masyarakat di provinsi ini sangat tergantung pada hasil pertanian,perkebunan sehingga menjadikan upaya pemerintah daerah maupun pusat untuk mensejahterakan masyarakat adalah melalui pengembangan sektor pertanian[butuh rujukan]
Masyarakat Jambi merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari masyarakat asli Jambi dan juga pendatang. Penduduk asli provinsi Jambi termasuk Suku Melayu Jambi, Batin, Penghulu, Pindah, Kerinci dan Suku Anak Dalam.[34] Suku Batin dan Penghulu kebudayaannya berunsur Melayu dan beberapa mengalami perpaduan dengan budaya Minangkabau, banyak bermukim di Kabupaten Bungo, Merangin, Tebo, dan Sarolangun. Sedangkan Suku Pindah, kebudayaannya perpaduan Melayu dan budaya Palembang yang bermukim dibeberapa kecamatan di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun. Sementara Suku Kerinci berada di daerah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Adat istiadat dan budaya Suku Kerinci masih serumpun atau dekat dengan Minangkabau yang juga menganut sistem matrilineal.[butuh rujukan]
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus Penduduk Indonesia 2010, provinsi Jambi jumlah penduduknya 3.069.768 jiwa. Penduduk dengan suku asli provinsi Jambi yakni suku Melayu Jambi, Kerinci, kemudian suku Batin, Penghulu, Pindah, dan merupakan etnis terbanyak yakni sebanyak 1.337.521 jiwa atau 43,57%.[35]
Sementara pada Sensus Penduduk Indonesia 2000, BPS mencatat suku asal Jambi sebanyak 1.102.628 jiwa atau 45,81% dari 2.407.166 jiwa. Dan BPS lebih menjabarkan banyaknya penduduk berdasarkan suku di Jambi dengan rincian, suku Jambi sebanyak 834.504 jiwa atau 34,67% dari 2.407.166 jiwa penduduk. Kemudian suku Kerinci sebanyak 254.125 jiwa atau 10,56% dan suku Batin sebanyak 13.999 jiwa atau 0,58%.[36]
Masih pada Sensus 2010, etnis pendatang terbanyak berasal dari etnis Jawa yakni sebanyak 893.156 jiwa (29,10%). Suku Melayu di luar orang Jambi sebanyak 164.979 jiwa (5,37%), kemudian Minangkabau sebanyak 163.760 jiwa (5,33%), Batak sebanyak 106.249 jiwa (3,46%), Banjar sebanyak 102.237 jiwa (3,33%), Bugis sebanyak 96.145 jiwa (3,13%), Sunda sebanyak 79.203 jiwa (2,58%), asal Sumatera Selatan sebanyak 57.663 jiwa (1,88%), Tionghoa sebanyak 37.246 jiwa (1,21%) dan suku lainnya sebanyak 31.609 jiwa (1,04%).[35]
Sebagian besar masyarakat Jambi memeluk agama Islam yaitu sebesar 95,07%, sedangkan selebihnya merupakan pemeluk agama Kristen 3,95% di mana Protestan sebesar 3,37% dan Katolik sebesar 0,58%. Sebagian lagi memeluk agama Buddha yakni 0,89%, kemudian penganut kepercayaan sebanyak 0,06%, Konghucu sebanyak 0,02% dan sebagian kecil pemeluk agama Hindu sebanyak 0,01%, yang umumnya berada di Kota Jambi.[1]
Agama Islam umumnya dianut etnis asli provinsi Jambi yakni Melayu Jambi yang banyak tinggal di Sarolangun, Kerinci, Tanjung Tebo. Kemudian etnis Jawa, Sunda, Sunda, Bugis dan Minang sebagai etnis pendatang juga kebanyakan memeluk agama Islam. Sementara agama Kristen (Protestan dan Katolik) umumnya dianut oleh penduduk etnis Batak, Nias, dan sebagian Tionghoa. Agama Buddha dan Konghucu dianut penduduk etnis Tionghoa, sedangkan sebagian kecil pemeluk agama Hindu berasal dari etnis Bali dan peranakan India.[butuh rujukan]
Di Provinsi Jambi, terdapat berbagai macam bahasa yang digunakan oleh penduduknya, yaitu bahasa Indonesia, Bahasa Melayu (dialek Jambi), Bajau Tungkal Satu, Banjar, Bugis, Jawa, Kerinci,dan Minangkabau.[37] Tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat bahasa yang belum terpetakan karena melihat dari luas wilayah, batas wilayah, sejarah, hingga perkembangan Provinsi Jambi. Bahasa-bahasa yang ada di daerah Jambi sejalan dengan penyebaran penduduknya, sehingga bahasanya ditemukan pada daerah tertentu dan memiliki ciri khas dialeknya masing-masing.[38]
Dari sekian banyak bahasa, bahasa Melayu dan bahasa kerinci merupakan bahasa asli provinsi Jambi. Bahasa Melayu yang dominan digunakan masyarakat provinsi Jambi adalah Bahasa Melayu Jambi. Bahasa Melayu Jambi juga sebagai pemersatu dialek bahasa Melayu didaerah setiap kabupaten/kota,dan juga digunakan untuk berinteraksi antar suku yang ada di provinsi Jambi.[butuh rujukan]
Dengan kondisi suhu udara berkisar antara 23 °C sampai dengan 34 °C dan luas wilayah 53,435 km2 di antaranya sekitar 60% lahan merupakan kawasan perkebunan dan kehutanan yang menjadikan kawasan ini merupakan salah satu penghasil produk perkebunan dan kehutanan utama di wilayah Sumatra. Kelapa sawit dan karet menjadi tanaman perkebunan primadona dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 400.168 hektare serta karet mencapai 595.473 hektare. Sementara itu, nilai produksi kelapa sawit sebesari 898,24 ribu ton pertahun. Hasil perkebunan lainnya adalah karet, dengan jumlah produksi 240,146 ribu ton per tahun, kelapa dalam (virgin coconut) 119,34 ribu ton per tahun, casiavera 69,65 ribu ton per tahun, serta teh 5,6 ribu ton per tahun. Sementara produksi sektor pertanian yang dihasilkan oleh kawasan bagian barat Provinsi Jambi yaitu beras kerinci, kentang, kol/kubis, tomat, dan kedelai.[butuh rujukan]
Potensi kekayaan alam di Provinsi Jambi adalah minyak bumi, gas bumi, batubara dan timah putih. Jumlah potensi minyak bumi Provinsi Jambi mencapai 1.270,96 juta m3 dan gas 3.572,44 miliar m3. Daerah cadangan minyak bumi utama di struktur Kenali Asam, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi dengan jumlah cadangan minyak 408,99 juta barrel. Sedangkan cadangan gas bumi utama di Struktur Muara Bulian, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari dengan jumlah cadangan 2.185,73 miliar m3. [butuh rujukan]
Cadangan minyak bumi Provinsi Jambi sebesar 1.270,96 juta m3. Cadangan minyak bumi antara lain terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, struktur Kenali Asam, Kecamatan Jambi Luar Kota dan Kabupaten Muaro Jambi.[butuh rujukan]
Cadangan gas bumi Provinsi Jambi sebesar 3.572,44 miliar m3. Cadangan tersebut sebagian besar terdapat di Struktur Muara Bulian, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari dengan jumlah cadangan 2.185,73 miliar m3.[butuh rujukan]
Cadangan batubara Provinsi Jambi sebesar 18 juta ton, yang merupakan batubara kelas kalori sedang yang cocok digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik. Cadangan terbesar dijumpai di Kabupaten Bungo.[butuh rujukan]
Komoditas perkebunan yang sangat dominan adalah Karet dan Kelapa Sawit. Hal ini didukung dengan program Pemerintah Derah Provinsi Jambi yaitu “Pengembangan Kelapa Sawit Sejuta Hektar” serta “Replanting Karet”. Selain itu, casiavera juga banyak dibudidayakan terutama di daerah Kerinci.[39]
Provinsi Jambi terdiri dari 11 kabupaten/kota. Sarana dan prasarana di Jambi saat ini sudah tersedia dengan cukup baik. Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengakses berbagai tempat objek wisata di Kota Jambi maupun kabupaten lainnya di provinsi Jambi. Sarana transportasi yang bisa digunakan untuk ke provinsi Jambi dengan pesawat dan mobil. Selain kota Jambi, kabupaten yang telah memilki bandara adalah kabupaten Bungo dan Kerinci.[butuh rujukan]
Objek wisata yang ada di Jambi cukup banyak. Salah satunya Kabupaten Kerinci merupakan daerah wisata di provinsi Jambi, yang dikenal dengan sebutan sekepal tanah dari surga. Alam yang ada di Kerinci sangatlah indah, mulai dari pegunungan, danau, perkebunan teh dan masih banyak lagi. Selain di Kerinci tempat wisata di Jambi juga terdapat di beberapa Kabupaten lainnya, antara lain :
Ada dua objek di lokasi ini yaitu Menara Gentala Arasy dan Jembatan Pedestrian atau yang lebih dikenal dengan Jembatan Gentala Arasy. Jembatan Pedestrian adalah Jembatan untuk pejalan kaki dengan bentuk berkelok-kelok dan terbentang diatas sungai batanghari. Diujung jembatan terdapat Menara Gentala Arasy yang merupakan museum tentang sejarah berkembangnya islam di Kota Jambi. Selain museum, disini juga menjadi pusat kuliner dan juga banyak disediakan perahu jika ingin menyusuri sungai Batanghari.
Candi Muaro Jambi merupakan komplek percandian Agama Hindu-Buddha yang terdapat di kabupaten Muaro Jambi dan diperkirakan berasal dari abad ke-11 M. Komplek percandian ini adalah yang terluas di Indonesia, bahkan Asia Tenggara.
Geopark Merangin merupakan salah satu objek wisata yang terdapat di kabupaten Merangin. Geopark ini tidak hanya menawarkan arung jeram saja tetapi keunikan fosil flora berusia 350 juta tahun juga menjadi daya tarik tersendiri. Kawasan ini masih diselimuti hutan lebat dengan beragam jenis tanamannya. Untuk mencapai lokasi ini dibutuhkan waktu sekitar 6 jam dengan menggunakan mobil dari Jambi, Ibu kota provisi Jambi.
Air Terjun Sigerincing memiliki ketinggian sekira kurang lebih 40-60 meter, terletak di kabupaten Merangin. Air terjun ini merupakan bagian dari aliran sungai Batang Tembesi yang berhulu di Gunung Masurai.
Salah satu tempat wisata di Jambi terbaik dan terkenal sejak zaman dahulu adalah Kebun Teh Kayu Aro yang terdapat di kabupaten Kerinci. Perkebunan dengan luas 3.020 hektare ini merupakan perkebunan teh dalam satu hamparan terluas di dunia dengan berlatarkan Gunung Kerinci.
Kondisi alam sekitar Danau Gunung Tujuh sangat begitu indah dan alami serta memiliki air yang begitu jernih. Keindahan Danau dilengkapi oleh barisan hamparan tujuh gunung yang mengelilinginya. Pada beberapa titik di pinggir danau terbentang pasir yang menyerupai pantai. Danau Gunung tujuh ini terdapat di kabupaten Kerinci.
Danau ini memiliki luas sekitar 30 x 30 meter. Jernihnya air di Danau ini membuat dasarnya terlihat secara jelas, walaupun memiliki kedalaman air yang tidak terukur. Selain itu, pada saat malam Danau Kaco mengeluarkan cahaya yang terang, terutama pada waktu bulan purnama.
Jambi merupakan sebuah provinsi yang terletak di timur pulau Sumatra. Masyarakat Jambi terdiri dari beberapa macam suku pribumi seperti Suku Melayu Jambi, Suku Kerinci, Suku Batin, Suku Anak Dalam, hingga keturunan atau rumpun Minang. Tak heran jika provinsi ini mempunyai berbagai macam tradisi dan budaya.
Musik Jambi banyak dipengaruhi oleh nuansa Melayu dan Arab, diantaranya adalah alat musik tradisional, seperti Gambus Jambi, Gendang Melayu, Sekdu, Kompangan, Marawis, Cangor dan Kelintang Jolo. Sedangkan untuk lagu daerah Jambi, diantaranya adalah Injit-Injit Semut, Pinang Muda, Selendang Mayang, dan Batanghari
Secara garis besar seni tari dari provinsi Jambi adalah dari adat budaya etnis Melayu dan Kerinci. Terdapat beberapa macam jenis tari tradisional khas Jambi, di antaranya tari Sekapur Sirih, Selampit Delapan, Inai, Rentak Kudo, Mengaup dan Rentak Besapih.
Masakan Jambi atau Hidangan Jambi adalah makanan khas Jambi atau jenis kuliner yang berkembang di provinsi Jambi, Indonesia. Masakan ini banyak berbahan dasar ikan yang didukung oleh banyaknnya sungai di provinsi Jambi. Rempah-rempah juga pada umumnya tidak jauh berbeda dengan masakan dari Sumatera Barat. Budaya Melayu, dan Minangkabau juga memengaruhi racikan kuliner provinsi Jambi. Beberapa contoh makanan dari Jambi yang cukup populer adalah Nasi gemuk, Tempoyak, Kerutup ikan, Daging masak hitam, Gulai tepek ikan, Gulai terjun, dan Gulai tekuyung.
Setiap kawasan di provinsi Jambi, memiliki makanan sebagai ciri khas daerah, yang biasa dijadikan sebagai buah tangan (oleh-oleh) misalnya: kota Jambi terkenal dengan Kue padamaran dan Kopi AAA, sedangkan Kerinci dengan Dodol Kentang dan Teh Kayu Aro, lalu Merangin dengan Gelamai perentak dan Kopi jangkat, kemudian Batanghari dengan Kue cepak kapung, dan Muaro Jambi terkenal dengan Pempek sambal dan Nanas Tangkit.[butuh rujukan]
1°45′S 102°49′E / 1.750°S 102.817°E / -1.750; 102.817
Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.
Daftar Negara Terbesar di Dunia Lainnya
Setelah Rusia, negara terbesar kedua di dunia adalah Kanada, dengan luas 9.984.670 km persegi. Negara ini memiliki cerita dan budaya Yunani, Inggris, serta Belanda, yang semuanya menggambarkan sosok Santa Claus.
Negara Kanada juga menjadi alamat resmi Sinterklas. Selain itu, Santa sendiri berkaitan erat dengan Kanada karena perbatasannya meliputi Kutub Utara.
Selanjutnya adalah negara Amerika Serikat dengan luas 9.833.517 km persegi. Negara ini memiliki keunikan, salah satunya penggunaan satuan suhu Fahrenheit alih-alih Celsius. Selain itu, Amerika Serikat adalah negara yang mengenakan satuan 'feet' untuk mengukur panjang alih-alih meter.
Cina menjadi negara terbesar keempat di dunia dan nomor satu di Asia dengan luas 9.596.960 km persegi. Tak hanya luas, Cina juga menjadi negara terpadat pertama di dunia dengan jumlah populasi sebesar 1,3 miliar jiwa.
Keunikan negara ini terletak pada wilayah pegunungannya yang termasuk kawasan gunung tertinggi di dunia. Tak hanya gunung, keunikan negara Cina juga terletak pada sungainya yang paling panjang di Asia, yaitu Chang Jiang atau Sungai Yangtze.
Brasil merupakan negara terbesar kelima dengan luas 8.515.770 km persegi. Negara ini memiliki keunikan yaitu tidak memiliki lingkungan gurun, pegunungan tinggi, maupun arktik.
Satu tempat yang paling terkenal di Brasil adalah Sungai Amazon, yaitu sistem sungai terbesar di dunia dan hutan hujan asli terluas di dunia.
Negara berikutnya memiliki 10.000 pantai dan sistem terumbu karang terbesar di dunia. Negara terbesar keenam ini adalah Australia dengan luas 7.741.220 km persegi.
Di negara ini, populasi kanguru lebih banyak dibanding penduduknya. Terdapat 50 juta kanguru di seluruh Australia. Selain hewan kanguru, sejumlah hewan berbahaya di dunia ada di Australia, seperti laba-laba jaring corong dan ubur-ubur kotak.
Berikutnya adalah India, negara terbesar ketujuh dengan luas 3.287.263 km persegi. Negara ini memiliki kota terbanyak di dunia, juga negara dengan tikus hitam terbanyak yang berjumlah ribuan.
Keunikan negara ini juga terletak pada masyarakatnya yang begitu mensucikan sapi. Hal ini berkaitan dengan agama yang dianut masyarakat, yaitu Hindu. Di mana, agama Hindu juga merupakan agama tertua di India.
Argentina adalah negara di terbesar ke-2 di Amerika Selatan dan ke-8 di dunia, dengan luas 2.780.400 km persegi. Argentina memiliki kota paling selatan di dunia, yaitu Ushuaia, terletak di kepulauan Tierra del Fuego.
Uniknya, negara Argentina juga dikenal sebagai negeri perak. Nama Argentina sendiri diambil dari bahasa latin, yaitu Argentum, yang berarti perak. Alasannya karena banyak logam mulia yang ditemukan koloni Spanyol di Argentina pada abad ke-16.
Di Asia Tengah, terdapat negara yang terkurung oleh daratan-daratan tanpa akses ke laut lepas. Itu adalah Kazakhstan, negara yang memiliki luas 2.724.900 km persegi dan juga menjadi negara terbesar ke-9 di dunia.
Meski terkurung, Kazakhstan merupakan negara terluas di Asia Tengah yang memiliki lebih dari 99 unsur tabel periodik Mendeleev. Artinya, negara ini kaya akan sumber daya mineral.
Terakhir, negara terbesar ke-10 di dunia adalah Aljazair, dengan luas 2.381.741 km persegi. Negara ini menjadi negara terbesar di Afrika. Negara ini didominasi oleh Gurun Sahara, gurun panas terluas di dunia. Selain itu, Aljazair juga merupakan negara yang 99% penduduknya memeluk agama Islam.
King cobra adalah ular berbisa terpanjang yang ada di dunia. Selain punya ukuran yang besar, king cobra juga punya racun berbahaya yang tersimpan dengan rapih di bagian mulut. Namun, pernahkah detikers berpikir, ular king cobra terbesar di dunia ada di mana?
Dikutip dari Animal Diversity Web, nama ilmiah king cobra adalah Ophiophagus hannah. Dari segi taksonomi, hewan ini masuk kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Sarcopterygii, ordo Squamata, famili Elapidae, dan genus Ophiophagus.
Hewan melata satu ini tersebar luas di negara-negara Asia. Sebut saja India, China, Indonesia, dan Filipina. Habitatnya sendiri adalah dekat aliran sungai di hutan lebat, semak bambu, area pertanian, atau pun rawa bakau yang rimbun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baru-baru ini, king cobra yang dulunya dianggap sama, oleh para peneliti kini diklasifikasikan lagi. Diambil dari Down To Earth, hasil penelitian yang dipimpin oleh P Gowri Shankar sukses mengidentifikasi empat garis keturunan king cobra yang terpisah secara geografis.
Penelitian tersebut mengusulkan empat spesies baru king cobra. Keempatnya adalah king cobra utara, king cobra sunda (Ophiophagus bungarus), king kobra ghats barat (Ophiophagus kaalinga), dan king cobra luzon (Ophiophagus salvatana).
Terlepas dari pengklasifikasian baru untuk king cobra, di manakah lokasi spesimen terbesar ular ini pernah ditemukan? Berikut ini pembahasan faktanya secara ringkas.
Lokasi King Cobra Terbesar di Dunia
Menurut informasi dari Guinness World Records, spesimen king cobra paling besar yang pernah ditemukan punya ukuran 5,71 meter (18 kaki 8 inci). Hewan menakjubkan ini ditemukan pada April 1937 di Malaysia.
Karena ukurannya yang mengesankan king cobra tersebut ditangkap dan ditaruh di Kebun Binatang London, Inggris. Hingga 1939, king cobra tersebut terus tumbuh dengan ukuran luar biasa. Sayang, ia dan banyak ular berbisa lainnya terpaksa dibunuh saat perang meletus.
Mengapa dibunuh? Sebab, dikhawatirkan, jika kebun binatang tersebut rusak akibat perang, ular-ular berbisa tersebut dapat kabur dan membahayakan keamanan penduduk sekitar.
Selain king cobra dari Malaysia, ada juga spesimen lain berukuran raksasa yang ditangkap di Thailand. Dikutip dari Thai National Parks, ular tersebut punya panjang 5,59 meter dan menjadikannya king cobra terbesar kedua yang diketahui. .
Dilansir detikNews, pada 2018 silam, sebuah video tentang seekor king cobra besar juga sempat menghebohkan penduduk Indonesia. Namun, saat itu, ukurannya yang begitu besar menyebabkan banyak orang sangsi akan kebenarannya.
Saat dihubungi, Kepala Laboratorium Herpetologi Puslit Biologi LIPI, Amir Hamidy menangkis keraguan tersebut.
"Saya pikir itu betulan, ya. Ular itu adalah king cobra atau kita kenal dengan nama Latin Ophiophagus hannah, merupakan jenis ular terpanjang di dunia. Jenis ini panjangnya bisa mencapai 5-6 meter," jelasnya, dikutip dari detikNews pada Rabu (30/10/2024).
Lebih lanjut, Aji Rahmat, ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia menerangkan bahwasanya ular tersebut memanglah asli, tetapi berupa peliharaan. Pasalnya, dalam video yang beredar kala itu, king cobra raksasa tersebut tampak jinak saat dipegang.
"Itu peliharaan. Kalau sudah sebesar dan jinak itu pasti dia peliharaan," jelas Aji Rahmat pada Kamis (22/3/2018).